Saturday, December 13, 2008

Rainbow after Rain

Hari-hari berat sedang aku lalui. Memelihara hati agar senantiasa gembira dalam kondisi seperti ini terasa lebih berat dari hari biasanya. Tapi itu adalah suatu keharusan yang tidak bisa dihindari. Perubahan menjadi lebih baik memang berat, apalagi menjadi pemulanya. Banyak orang-orang kuno yang antipati terhadap perubahan, yang sudah berada di comfort zone. Cibiran kerap aku dengar. Yang bisa kulakukan adalah mengelus dada dan bilang ’sabar’ ke diri ini.Tentu saja mereka mencerca, karena dengan adanya perubahan tak ada ruang nantinya untuk mereka. Pilihannya adalah ikut berubah atau tersingkir tergilas zaman. Aku jadi ingat nasihat sahabat untuk selalu berdoa. Kekuatan dan ketenangan hati kudapatkan dengan berdoa. Di balik ujian hidup, Tuhan akan anugerahkan penghiburan. Seperti pelangi setelah hujan. Aku percaya banget dengan itu. Hanya Tuhan andalan hidupku. Ada kertas kecil yang keselipkan di bawah kaca meja kerjaku. Isinya begini: Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia
yang memberi kekuatan kepadaku (Fil. 4:13)

Friday, December 5, 2008

Berdamai dengan Masa Lalu

Masih terngiang di telingaku perkataan dari sahabatku. Bahwa aku harus berdamai dengan masa lalu, memaafkan masa lalu. Tahu-tahunya dia ya. Aku menemuinya di saat aku sedang kacau beberapa waktu lalu. Hmm..
Berdamai dengan masa lalu? Aku merasa sudah berdamai dengan masa lalu. Aku merasa sudah memaafkan masa lalu. Tapi kenapa perkataan dia menggelayuti pikiranku?Dia tidak menjelaskan dengan detail. Kemudian aku mencoba mengolah kata-kata itu sendiri.
Apakah aku sudah sepenuhnya melupakan pengalaman buruk masa lalu? Kurasa belum ya. Kalau sudah melupakan, kenapa harus ada sindrom tanggal 9 Oktober? Kenapa harus takut dengan angka 9?
Yang aku masih pertanyakan? Apakah berdamai dan memaafkan masa lalu itu harus juga melupakan? Kalau melupakan, apakah harus dipilih-pilih? Yang baik dikenang dan yang dilupakan hanya yang menyakitkan? Sejauh ini, itu yang kulakukan. Cerita buruk adalah cerita usang, sudah aku declare dari dulu. Cerita indah untuk dikenang.
Bagaimanapun juga, kejadian di masa lampau adalah yang membentuk pribadiku sekarang. Jika aku tak jatuh, aku tak kan lebih hati-hati. Jika aku tak pernah diabaikan, aku mungkin tak bisa menghargai orang lain dengan baik. Berkat masa lalu yang buruk, aku menjadi pribadi yang lebih baik sekarang. Kemunduranku di masa dulu adalah hentakan untuk ke depan. Seperti anak panah yang akan diluncurkan dari busurnya.
Mungkin itu yang dimaksud oleh sahabatku. Berdamai dengan orang-orang yang sudah andil dalam kelamku. Yang mengkhianati cintaku, yang mengabaikan dan menganggap aku tidak ada, yang menolak niat baikku, yang mencibirku, yang melecehkanku, yang membuat hidupku serasa di lembah kesengsaraan. Sungguh aku mengagumi diriku bisa keluar dari segala mimpi buruk itu, dengan kesabaranku. Tuhan sangat mencintai aku.
Berdamai dengan masa lalu. Ya, aku akan terus berusaha untuk itu. I am still working on it..

Riberts of December

Aku sering kepayahan akhir-akhir ini. Banyak sekali yang mesti diurus. Hari minggu depan mesti psikotes. Hari itu aku harus memastikan diriku dalam kondisi fit. The whole day. Huh..Kalau tidak, malah bisa ikut yang di Semarang atau Solo. Ogah. Payah emang, jadi panitia merangkap peserta. Mesti ngurus ini itu ehh masih ikut tes pula. Semua karyawan ikut tes. Kecuali dua orang ibu-ibu yang bikinin aku minum alias 'office mothers'. Semalam sudah pijet. Sangat membantu mengembalikan kesegaran badan. Sisa bulan ini ditanggung nggak brenti-brenti deh capeknya. Mesti ekstra jaga kesehatan. Banyak hal jadi terabaikan. Urusan-urusan kecil yang bikin ribet jadi males banget. Gak worth. Mana biasanya bulan desember buat resolusi lagi. Mana sempat merenung lama-lama. Mending tidur. Lagi pula resolusi tahun depan sudah jelas. Intinya Cuma dua kata: Lebih baik. Kalau evaluasi tahun 2008? Hmm...Punya rumah, tambah banyak teman yang asik-asik. Naik gaji di awal tahun dan tidak naik-naik sampai akhir tahun. Asem.. Ngaco banget. Ahh namanya juga sedang ribet.

Monday, December 1, 2008

Sebening Embun di Hatiku

Hari sabtu aku pergi ke Semarang. Nonton show di Stadion Diponegoro. Sampai di venue pas jam tujuh malam. Sebelumnya mampir di S2 yang keren itu, dan makan malam di Sapi Bali. Gak penting banget sih nonton konser itu, tapi lumayan membuat aku berkeringat dan terhibur. Bisa menjerit lantang. Tentu saja aku harus keluar dari kerumunan orang-orang yang kukenal. Pulang ke Jogja, di jemput oleh kekasih tercinta. Makan gudeg batas kota, sampai di rumah dini hari. Si dia memang setia. Tak kan tenang jika belum melihatku pulang dengan selamat. Aku senang dapat waktu menyendiri sebentar, keluar dari lingkaran hidupku dengannya. Aku sekedar lebih memastikan hal yang sebenarnya sudah aku tahu, bahwa aku memang mencintainya. Dia memang tidak sempurna, akupun demikian, amat jauh dari sempurna. Bukankah kesempurnaan hanya milik Tuhan? Esoknya kudengar alunan Rossa. Ahh itu khan laguku untuk dia. Kubongkar koleksi CD-ku. Kutemukan 'Sebening embun di hatiku'. Kuputar berulang-ulang, sambil aku merebahkan kepalaku di pangkuannya. Dia memijit lembut pipi dan tulang di antara kedua mataku. Dia tahu aku masih kecapekan karena perjalanan semalam. Dan perjalanan darat selalu membuat aku mual dan tidak nyaman. Kemudian aku berbisik.. 'Hun, aku minta maaf ya untuk semua salahku padamu selama ini...' 'Aku sudah memaafkannya' katanya sambil menatapku mesra. Hari itu aku ingin menikmati kebersamaan dengannya lebih dari biasanya. Bersih-bersih rumah, memperbincangkan hal-hal ringan dan lucu. Aku bersenandung kecil.. Sebening embun di hatiku Ketika kau hadir di kesepianku Tlah sirna kabut di mataku Kau berikan warna terang Tuk kelabu jiwaku Kutinggalkan masa-masa laluku Melangkah denganmu Kutinggalkan hari-hari sepiku Bersama kamu Kusadar ada yang berubah Perasaan yang berbeda bersemi di jiwaku Ketika rasa di hatiku bergetar bahagia Saat bersamamu Sepanjang jejak langkah kita Kau tambatkan benang kasih Yang tak kan terlupakan